Selasa, 11 Juni 2013

APLIKASI SISTEM FUEL CELL SEBAGAI ENERGI RAMAH LINGKUNGAN DI SEKTOR TRANSPORTASI DAN PEMBANGKIT LISTRIK

Perkembangan teknologi fuel cell di negara-negara industri maju seperti Amerika dan Eropa dewasa ini semakin terpacu dengan semakin digalakkannya swastanisasi pembangkit listrik tipe desentralisasi.  Teknologi fuel cell menjanjikan pembangkit listrik yang bebas polusi udara dan limbah beradiasi. Asal mulanya diaplikasikan pada teknologi ruang angkasa (Stasiun Ruang Angkasa). Lambat laun teknologi ini akan dapat bersaing karena ada tendensi yang sangat kuat yaitu harga dan kerapatan energi yang dihasilkannya dapat bersaing dengan pembangkit listrik BBM ataupun nuklir sekalipun. Hal mana amat sukar dicapai oleh tipe energi terbarukan yang lain. Sebenarnya teknologi fuel cell pertama kali ditemukan oleh Sir William Robert Grove pada tahun 1893, di mana ia mendemonstrasikan pemecahan uap menjadi hidrogen dan oksigen dengan pemanasankatalis seperti platinum.
.
2. KLASIFIKASI FUEL CELL
Fuel cell (sel bahan bakar) sebagai salah satu energi alternatif agaknya dapat menjadi pembangkit energi pada dunia otomotif dan mungkin akan bersaing bahkan akan menggeser tiga pilihan energi konvensional yang kini berkompetisi, yaitu : mesin pembakaran internal, mesin baterai isi ulang (rechargeable), dan mesin hibrida. Fuel cell adalah suatu sistem elektrokimia yang mengubah energi kimia dari hidrogen dan oksigen langsung menjadi energi listrik. Keunggulan utama fuel cellm dibandingkan pembangkit listrik konvensional adalah :
- Mempunyai efisiensi tinggi dari 40% sampai 60%, sedangkan untuk kogenerasi dapat  mencapai 80%.
- Tidak menimbulkan suara bising.
- Konstruksinya modular sehingga fleksibel dalam menyesuaikan dengan sumber bahan bakar yang ada.
- Mampu menanggapi dengan cepat terhadap perubahan bahan bakar atau oksigen.

Berdasarkan elektrolitnya, secara umum fuel cell dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe (jenis), yaitu :
Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC)
Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
Solid Polymer Electrolyte Fuel Cell (SPEFC)
Untuk jenis PAFC sebagai pembangkit tenaga listrik, status teknologinya telah mencapai tahap semi komersial terutama di Jepang, Eropa dan Amerika, dengan kapasitas 50 kW sampai 11 MW. Beberapa kendala yang masih dihadapi dalam komersialisasi adalah ketahanan cell stack dan biaya perawatan yang tinggi. Untuk jenis SOFC, status teknologinya baru pada tahap percontohan dengan kapasitas 1 kW sampai dengan 25 kW yang dilakukan oleh NEDO Jepang, Enireche Italy, Westinghouse USA.
Kendala yang muncul dalam percontohan tersebut adalah cell material sintering dan densitas tenaga yang rendah. Untuk jenis MCFC, status teknologinya baru pada tahap percontohan dengan kapasitas 30 kW sampai dengan 1 MW (Jepang, Amerika dan Italia). Di samping untuk pembangkit tenaga listrik, jenis ini dapat berfungsi sebagai kogenerasi
3. SISTEM FUEL CELL
Pada dasarnya pembangkit listrik fuel cell terdiri atas 4 sub-sistem utama yaitu :
Fuel processing
• Pembangkit fuel cell
• Pengkondisian daya (DC-AC inverter)
• Pemulihan panas (heat recovery)
Fuel processing berfungsi mengkonversikan fuel (gas alam, propane, methanol, batubara, dan lain-lain) ke dalam hidrogen. Dan fuel cell stack di mana proses elektrokimia akan terjadi pada sub-sistem ini, akan menghasilkan listrik. Sedangkan unit power conditioning berfungsi mengkonversikan listrik DC menjadi listrik AC. Proses penting yang terjadi pada subsistem fuel cell adalah proses elektrokimia di mana reduksi-oksidasi gas hidrogen akan menentukan efisiensi listrik yang dihasilkan. Tentunya hal ini dikaitkan dengan beberapa komponen pokok sehingga aliran gas, reduksi-oksidasi gas, aliran proton dan elektron dapat berjalan sehingga efisiensi sistem pembangkit listrik dapat dicapai. 
4. PRODUKSI HIDROGEN
Salah satu jenis bahan bakar alternatif yang banyak dicermati saat ini adalah hidrogen. Seperti diketahui bahwa hidrogen dapat berfungsi sebagai energi untuk semua kegunaan sebagaimana layaknya minyak bumi dan gas alam. Hidrogen tersedia dalam air dan senyawa organik dalam
bentuk senyawa hidrokarbon. Pemotongan ikatan-ikatan kimia di dalam air akan menghasilkan hidrogen yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar. Hidrogen dapat dihasilkan melalui beberapa proses seperti : elektrolisa, fotoelektrokimia, steam reforming, fotobiologi, dan lain-lain.
Hidrogen dapat pula dihasilkan dengan menggandeng sumber-sumber energi terbarukan, seperti : energi air, energi surya, energi angin, dan energi panas bumi.
Hidrogen yang dihasilkan dapat disimpan dalam bentuk gas atau cair, sedangkan transportasi dan distribusinya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Karena hidrogen hanya ditemukan di alam dalam bentuk senyawa, maka hidrogen harus diproduksi melalui penggunaan energi, sebelum hidrogen tersebut tersedia sebagai sumber energi.
Salah satu produksi hidrogen yang saat ini dikenal adalah dari listrik melalui elektrolisa. Produksi hidrogen langsung dengan elektrolisa air, terutama dihubungkan dengan pembangkit listrik tenaga air, sedangkan produksi hidrogen secara tidak langsung melalui listrik pembawa energi.
Dekomposisi air dengan elektrolisa terdiri dari dua reaksi yang terjadi pada dua elektroda. Kedua elektroda ini dipisahkan oleh elektrolit yang konduktif ion. Hidrogen diproduksi pada elektroda negatif (katoda) dan oksigen pada elektroda positif (anoda).
Pertukaran muatan terjadi melalui aliran ion. Untuk menjaga gas yang diproduksi terpisah, dua area reaksi dipisahkan oleh separator konduktif ion, sedangkan energi untuk pemisahan air didapatkan dari listrik.
Untuk proses elektrolisa air konvensional, area anoda dan katoda dipisahkan oleh mikro-poros diafragma untuk mencegah tercampurnya produk gas. Dengan tekanan keluaran 0,2 – 0,5 Mpa, proses ini dapat mencapai efisiensi sekitar 65%. Pada proses elektrolisa air tekanan tinggi digunakan material khusus, dan hidrogen yang dihasilkan menggunakan tekanan diatas 5 Mpa. Sedangkan pada proses elektrolisa air suhu tinggi, dibutuhkan sebagian energi untuk memisahkan air bersuhu tinggi dan mengurangi konsumsi listrik.
5. TEKNOLOGI ELEKTROLISA
Daya untuk pembentukan hidrogen dapat digunakan sumber energi konvensional maupun nonkonvensional, tetapi idealnya digunakan daya sumber energi primer yang nonkonvensional misalnya : energi nuklir, angin, panas bumi atau energi surya agar sesuai dengan maksud melaksanakan konservasi energi.
Adanya potensi listrik tenaga air yang besar akan memungkinkan pengembangan dan penerapan teknologi elektrolisa berbahan baku air, karena proses elektrolisa ini memerlukan tenaga listrik yang besar. Pemanfaatan hidrogen yang dihasilkan sebagai bahan bakar akan mempunyai arti pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Proses elektrolisa berbahan baku air adalah proses penguraian air atas unsur oksigen dan hidrogennya dengan
memakai tenaga listrik. Kedua produk tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, hidrogen khususnya dapat digunakan sebagai reduksi agent, bahan bakar atau bahan kimia. Pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar menjadi perhatian utama dalam penelitian yang telah/sedang dilakukan di luar negeri, karena hidrogen merupakan energi yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Dilakukannya pengkajian teknologi elektrolisa, khususnya berbahan baku air akan membantu mengenal teknologi ini serta mengetahui permasalah yang ada dalam pengoperasiannya, sehingga bila kelak diperlukan penerapan teknologi elektrolisa untuk memproduksi hidrogen, maka telah dimiliki cukup pengetahuan untuk memproduksinya

6. APLIKASI SISTEM FUEL CELL
Sebagai pembangkit listrik (Stationary Power Generation) sifat sistem ini yang bersih dari pencemaran udara dan tidak bising, akan sangat cocok digunakan di rumah sakit, perumahan yang padat, apartemen, dan instalasi penting baik sipil maupun militer. Penggunaan sumber energi fuel cell pada kapal selam mempunyai beberapa keuntungan, yaitu pada saat menyelam, mesin diesel dimatikan dan mesin listrik dengan  fuel dihidupkan.
daya listrik yang relatif kecil.
Suatu alat transportasi sangat berhubungan dengan berat total kendaraan, dan bahan bakar yang digunakan merupakan suatu zat dari sistem yang mempengaruhi berat total kendaraan dan kinerjanya. Jika digunakan bahan bakar yang mempunyai nilai kalor tinggi, maka kinerja akhir kendaraan dapat dikatakan baik. Seperti diketahui, hidrogen sebagai energi alternatif merupakan senyawa bahan bakar yang pada saatnya nanti menjadi suatu sumber energi yang sangat potensial, bersih, dan efisien. Bila hidrogen digunakan sebagai bahan bakar fuel cell, maka mobil listrik akan menjadi ringan dibandingkan bahan bakar lain.

Hal ini disebabkan energi per satuan beratnya lebih tinggi. Pengembangan mobil listrik dengan baterai konvensional dirasakan tidak realibel karena jarak tempuhnya pendek dan waktu pengisian batere yang lama jika dibandingkan mobil konvensional. Namun dengan adanya teknologi fuel cell dan reformernya, kendala jarak tempuh dan pengisian batere dapat diatasi. Pada beberapa jenis prototipe mobil listrik selain tangki penyimpan gas hidrogen juga digunakan reformer di mana campuran metana dan air dirubah menjadi gas hidrogen. Sebagai salah satu contoh penerapan fuel cell pada mobil listrik.
dikutip dari   Achmad Hasan 
Peneliti di Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar